Tadi pagi sekitar jam 8.45, saya berangkat ke kantor dari Nusa Dua ke Jimbaran menggunakan sepeda motor. Saat di perjalanan, pikiran dan perasaan saya bercampur aduk mengenai kondisi ekonomi saya dan keluarga saya. Saya adalah generasi sandwich, sebuah generasi yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Saya tinggal bersama kedua adik saya dan ibu di rumah yang diwariskan oleh almarhum bapak. Bapak sudah meninggal 3 tahun lalu karena penyakit yang disembunyikannya dan faktor Covid-19 mempercepat bapak telah tiada. Saya bersyukur bapak tidak meninggalkan hutang. Namun, bapak tidak meninggalkan warisan dalam bentuk harta yang cukup sehingga saya dan kedua adik saya tidak bisa menikmati penghasilan kami sendiri. Disitulah letak masalahnya.
Dari 3 tahun lalu sampai hari ini, 50 persen dari gaji saya setiap bulannya, saya sisihkan untuk uang dapur dan membayar listrik, air, dan internet. 50 persen sisanya, saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi saya. Yang mana, itu benar-benar gila! 😅 Kebutuhan dan keinginan saya sangat banyak. Mulai dari ingin membeli buku, membeli perangkat baru untuk menunjang hobi dan pekerjaan, mempunyai rumah impian, hingga mempunyai dana kematian. Ya, saya tidak mau merepotkan ekonomi orang lain saat saya mati nanti. Kematian mungkin hal yang menyeramkan untuk disebutkan dan saya pun juga ketar-ketir untuk menyebutkan kata “kematian”. Saya belum ingin mati malam ini, esok, dan seterusnya. Saya belum tahu akhir cerita dari manga One Piece, Detective Conan, dan Gensoumaden Saiyuuki. Oh iya, saya ingin menikah. Hmm, tapi saya bingung apakah orang seperti saya pantas untuk menikah? Hahahaha. Kenapa saya bilang begitu? Karena saya pernah bergumam ke diri saya sendiri saat SMP.
“Saya tidak ingin menikah.”
Kembali ke judul awal: “Satu Persen Yang Dapat Mengguncang Dunia”. Kira-kira apa satu persen itu? 12%. Tanggal 1 Januari 2025 adalah kenaikan pajak penghasilan dari 11% menjadi 12% di negara Indonesia. Satu persen yang bisa mengguncang dunia, satu persen yang membuat saya untuk mengutak-atik ulang keuangan pribadi saya untuk membantu keluarga. Jadi, saya harus menunda keinginan saya untuk membeli buku, membeli perangkat baru yang menunjang hobi dan pekerjaan saya, membeli rumah impian, bahkan menikah. Jika kalian telah membaca tulisan ini maka simpanlah untuk diri kalian sendiri. Belajarlah dari pengalamanku dan bersyukurlah kalian tidak ada di posisiku. Tertawakanlah situasiku karena aku juga menertawakan dan menikmati situasiku sembari mencari jalan keluar dari masalah ini.
Ya, selamat datang di satu persen yang dapat mengguncang dunia.
“Hmm, apakah kamu tidak mencari pekerjaan lepas?”
Saya sempat mencobanya namun ujungnya saya tidak nyaman dan sepertinya sulit. Saya lebih senang menjadi bos untuk diri saya sendiri jika melakukan kerja lepas. Saya yang mengatur waktu dan bebas menentukan apa yang ingin saya lakukan.