Saat ini, saya berada dalam fase “jalan buntu”. Saya memikirkan beberapa hal yang krusial untuk masa depan saya.
Pertama, karir pekerjaan saya. Saya menyukai profesi programmer. Profesi ini membuat saya fokus dan tetap penasaran bagaimana perangkat lunak bekerja dan bagaimana agar perangkat lunak itu tetap stabil, cepat, dan ringan. Usia saya masih cukup untuk melakukan aktivitas pemrograman bahkan saya masih yakin sampai tua masih tetap melakukannya.
Namun, hal yang saya khawatirkan adalah apakah saya bisa memperoleh penghasilan lebih besar dari yang saya dapatkan sekarang melalui profesi yang saya sukai ini? Kebutuhan dan keinginan saya meningkat, saya dan adik bungsu masih membantu biaya uang dapur untuk keluarga. Bapak sudah tiada, tidak ada menyisakan warisan apapun selain rumah beserta isinya, dan syukurnya tidak meninggalkan hutang material. Saya masih membantu membayar listrik, air, dan internet. Jika ditotal dengan biaya uang dapur, itu sudah menghabiskan 50 persen dari pendapatan tetap saya sebagai seorang programmer di Indonesia.
Saya mulai bergerak melamar sana sini, mempercantik resume, memperkokoh hasil karya yang bisa dipaparkan di resume saya. Namun, saya menyesal ke diri saya sendiri. Kenapa saya tidak melakukannya lebih awal? Kenapa saya tidak serius melakukannya? Kenapa saya terlalu terbawa perasaan bahwa saya yakin bakal ada orang yang mengirimkan bola ke saya? Kalau ada mesin waktu, saya akan pergi ke masa lalu dan menampar diri saya sekeras-kerasnya dan berkata seperti ini.
Kalau kamu keras pada dirimu sendiri maka dunia akan melunak padamu! Kalau kamu lunak pada dirimu sendiri maka dunia akan keras padamu!
Jujur saja, karena hal ini saya menjadi tidak fokus dan kesal pada diri saya sendiri hampir setiap kali ada kesempatan saya bengong. Namun, nasi sudah menjadi bubur dan bila mesin waktu benar-benar ada mungkin dunia tidak siap menerimanya dan akan menjadi kacau. Kini yang bisa saya lakukan adalah tetap mengirimkan lamaran pekerjaan, mempercantik resume, dan memperkokoh hasil karya saya yang bisa dipaparkan di resume saya.
Kedua, adik tengah saya, seorang perempuan yang usianya selisih dua tahun dari saya. Ia belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, ia perlu memiliki cukup banyak teman di dunia nyata untuk diajaknya bersosialisasi agar terlatih (ada trauma masa kecil yang perlu disembuhkan). Sebelum bapak meninggal, bapak memberikan sebuah “beban” kepada saya yaitu berusaha membuat adik tengah saya menjadi orang yang berguna dan mandiri untuk dirinya sendiri. Saya harus bilang “beban” karena mengurus diri saya sendiri saja sudah cukup sulit apalagi mengurus adik saya. Sejauh ini, adik tengah saya membantu ibu menjual aneka jajan dan diberi upah 10 ribu per hari. Mohon maaf, ini karena penjualan jajan ibu saya tidak begitu besar dan balik modal pun harus dicukup-cukupi karena ibu juga harus membantu menutupi kekurangan biaya dapur. Kadang adik saya tidak bisa diberi upah oleh ibu karena itu. Saya benar-benar sedih dan kesal dengan situasi ini. Saya sempat berjanji akan membuka toko online di Grab atau Gojek namun ini masih jadi angan-angan. Sekali lagi, saya kecewa pada diri saya karena saya tidak bersungguh-sungguh.
Ketiga, masa depan saya. Saya berada dalam mode pesimis jika ini terus berlanjut. Saya seperti seseorang yang sedang berharap bahwa akan ada keajaiban turun dari langit yang akan membantu saya. Saya bersikap bahwa saya sudah berusaha namun saya melihat diri saya seperti tidak berusaha sekuat tenaga atau melebihi dari itu! Kesal, kesal, dan saya sangat KESAL! Sekarang, saya berada di jalan buntu, seolah diikat dengan rantai kekhawatiran, dan harus berusaha sekuat tenaga untuk melepas rantai, menghancurkan jalan buntu dan membuat jalan baru.