Pandemi Covid-19 terjadi di akhir tahun 2019. Seingat saya, Pemerintah Indonesia mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai bulan Maret 2020. Saya ingat waktu sehari setelah Nyepi di tahun 2020 semestinya kami yang tinggal di Bali sudah bisa beraktivitas ke sana sini. Namun, pecalang mengunjungi ke setiap rumah dan mengatakan bahwa kami tidak boleh ke mana-mana. Mungkin itu karena situasi pandemi.
Tempat kerja saya juga menerapkan kebijakan kerja dari rumah dalam waktu yang cukup lama saat itu dan saya diberikan piket ke kantor satu sampai tiga kali dalam seminggu. Situasi di kantor saat itu sepi sekali. Maksimal hanya 10 orang di kantor dan itu pun di ruangan yang terpisah-pisah. Jika ada yang terkena virus maka kami diminta untuk isolasi mandiri dan dibebastugaskan dari pekerjaan kantor hingga dinyatakan sehat.
Hal ini terus berlangsung sampai vaksin Covid-19 ditemukan dan diproduksi secara masal di awal tahun 2021. Dari awal tahun 2020 sampai akhir 2020, saya mulai menikmati waktu untuk diri saya sendiri. Pertama, saya menonton K-Drama di Netflix seperti Crash Landing On You, Itaewon Class, Vagabond, Hospital Playlist, Mystic Pop Up Bar, dan It’s Okay To Not Be Okay. Kedua, saya mulai menyukai produk buatan Apple sejak saya menonton Apple Event WWDC 2020 yang mana mereka mulai melakukan transisi dari chip Intel ke Apple Silicon untuk produk MacBook mereka. Ketiga, saya juga memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah dari D3 ke S1. Keempat, saya mulai bermain Genshin Impact dari Oktober 2020 hingga sekarang karena dikenalkan oleh teman kantor. Saya adalah penggemar game petualangan seperti Pokemon dan Digimon.
Bulan Februari 2021, tepatnya 26 Februari 2021, bapak meninggal dunia. Mungkin faktor pandemi berperan penting yang membuat bapak cepat tiada. Mungkin saya akan bercerita sedikit tentang bapak dan mungkin saya akan mengganti kata beliau menjadi dia atau ia. Lalu, saya akan mengganti kata dari “saya” menjadi “aku”. Mungkin memang tidak sopan namun aku ingin bercerita tanpa rasa kaku.
Bapak adalah seorang pegawai yang bekerja selama 33 tahun di sebuah hotel di kawasan BTDC. Ia mulai bekerja sebelum bertemu ibu dan menikah. Kata ibu, sebenarnya bapak lulusan D1 namun karena masalah ketidakcocokan dengan dosen pembimbing dan merasa nyaman bekerja akhirnya bapak tidak menyelesaikannya. Bapak cukup ahli di bidang Pariwisata dan bertugas di bidang pelayanan tamu. Selain bekerja, ia juga aktif berorganisasi di serikat pekerja pariwisata.
Sebenarnya, hampir 80 persen waktu yang ia gunakan untuk bekerja dan berorganisasi. Sisa 20 persen ia gunakan untuk di rumah. Hanya di rumah ia bisa melepaskan semua rasa lelahnya karena bekerja dan berorganisasi. Aku, ibu, dan kedua adikku bertugas mengurangi rasa lelah bapak. Hal-hal sederhana seperti memijat kaki dan bahu, membuatkan teh dan air mandi, itu semua kami lakukan ketika bapak ada di rumah. Sangat jarang, bapak pulang ke rumah tanpa rasa lelah. Mungkin kamu yang membaca ini berpikir ini hal yang wajar. Tapi, bagiku ini terasa melelahkan dan frustrasi. Aku merasa tidak punya waktu luang bagi diriku sendiri karena sibuk mengurangi rasa lelah bapak dan aku pikir ibu dan kedua adikku merasakan hal yang sama. Ini aku alami selama puluhan tahun.
Setiap kali aku pulang ke rumah, aku merasa rumahku bukan sebuah rumah ketika bapak masih ada. Rumahku terasa panas, berantakan, tidak bersih, dan sesak karena dipenuhi oleh dokumen-dokumen milik bapak. Dokumen-dokumen ini isinya berhubungan dengan pekerjaan dan organisasi. Kadang aku ingin membuang dokumen-dokumennya agar rumah berasa lebih lapang namun bapak pasti marah dan berjanji akan membersihkannya. Begitu dibersihkan datang dokumen-dokumen baru, begitu seterusnya…
Saat bapak meninggal, awalnya aku sedih di 6 bulan pertama. Namun, di tahun-tahun berikutnya kadang aku bersyukur bapak tidak ada. Kenapa? Karena rumah tidak lagi panas dan sesak, tidak ada lagi yang perlu mengurus rasa lelah bapak. Aku mengerti kamu berpikir bahwa aku anak yang jahat dan durhaka kepada orang tua. Namun, itu yang aku ingin aku sampaikan.
Ini bukan berarti aku tidak menyayangi bapak. Aku sayang kepada bapak. Bagiku, bapak adalah sosok pekerja keras dan tempat untuk berdiskusi masalah kehidupan, pekerjaan, dan politik. Di rumah ini, aku tidak bisa menemukan sosok seperti itu. Satu kekurangan lagi dari bapak, ia tidak pintar dalam ekonomi hidup. Dua bulan setelah bapak tidak ada, kami berempat baru tahu ternyata bapak hanya meninggalkan uang yang sangat sedikit untuk bertahan hidup. Padahal, bapak semestinya memperoleh uang pensiun yang cukup besar jumlahnya. Setelah ditelusuri, ternyata bapak menggunakan uang pensiunnya untuk berobat, membayar hutang, dan menghidupkan organisasi serikat pekerja pariwisata. Aku kesal dengan sikap bapak karena tidak mau terbuka dan pintar mengelola keuangan untuk keluarga.
Dari situ aku belajar untuk tidak mengulangi kesalahan yang bapak lakukan. Aku belajar menyisihkan uang untuk membuat dana darurat bila sewaktu-waktu aku berhenti bekerja. Dana darurat selama 6 bulan menurutku cukup di tahun 2023 ini karena pandemi sudah berubah menjadi endemi. Dana darurat ini berisi pengeluaran yang aku gunakan untuk uang dapur keluarga, biaya listrik, air, dan internet, serta uang saku pribadi.
Sekarang aku sudah menyelesaikan studi D3 ke S1 di Binus Online Learning yang aku mulai di bulan September 2021. Aku memilih kampus ini karena 100% belajar secara daring. Cukup banyak uang yang aku keluarkan untuk menyelesaikan studi ini selama dua tahun. Awalnya, aku sempat menyerah karena belum terbiasa kuliah secara daring. Namun, sekarang badai sudah berlalu dan aku sekarang sudah menyelesaikan studi dengan baik.
Banyak hal yang ingin aku lakukan setelah ini dan aku berterima kasih kepada pandemi Covid-19 sudah mengajarkan aku banyak hal untuk membuatku menjadi pribadi yang lebih baik.